Pohon dan Hutan Kota: Pohon-pohon Peneduh di Ruang Terbuka Hijau

Kaltim Post, Kolom Opini 18 Maret 2015
Meneduhkan Kota
Matahari pagi nampak cerah, sinar terangnya menyinari Kota Hujan yang sudah jarang di kunjungi sang hujan. Mobil hijau melaju di permukaan aspal hitam sepanjang jalan Kapten Muslihat, rapi berebut saling mendahului. Tentu saja, hari ini adalah Senin pagi dan semua manusia tergesa-gesa mengejar tugas dan setoran. Hari kesibukan bermula, deadline dikejar dan dinding kantor berisik dengan suara perdebatan saat rapat.

Tepat di ujung jalan berdiri pohon besar berdaun lebat, akarnya menjulur kesegala arah mengusai seluruh halaman rumah putih besar yang dihuni oleh orang nomor satu di Indonesia. Di halaman itu juga nampak rusa coklat totol putih berkeliaran. Bukan hanya satu atau dua ekor,  tapi ratusan ekor.Rusa-rusa itu adalah penghibur sang penguasa negeri. Kala sang penguasa bosan dan jenuh maka rusa tersebutllah yang bertugas menghiburnya, dengan kerlingan mata bulat hitam sang rusa seakan menyihir siapapun yang mendekatinya.

Dalam sebuah kota akan selalu ada pohon-pohon kecil hingga besar yang ditanam atau tumbuh alami di setiap taman atau jalan yang dilewati oleh para pengendara motor atau mobil. Fungsinya untuk meneduhkan  kota, dan jika masyarakat membutuhkan penyegaran karena jenuhnya hari, bisa saja sewaktu-waktu mereka menyambangi taman tersebut. Konsep taman kota dan jalur hjau inilah yang mulai giat dikembangkan oleh kota Bogor dan beberapa kota lainnya di Indonesia seperti Bandung, Surabaya, dan Samarinda, sebagai jawaban keluhan masyarakat karena suhu kota yang semakin panas.

Ruang Terbuka Hijau (RTH), sebutan yang sering digunakan untuk lokasi tumbuhnya pohon-pohon peneduh tersebut. Hutan Kota dan jalur hijau di sekitar jalan kota merupakan RTH yang kerap kita jumpai. Kota-kota besar atau kecil di Indonesia wajib memiliki RTH sebagai mandat undang-undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang  Setidaknya setiap kota yang disyaratkan memiliki RTH  paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota, RTH yang terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota[1].

Hutan Kota[2], yang merupakan salah satu model RTH memiliki fungsi sebagai penjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan baik itu unsur lingkungan, sosial dan budaya. Hutan Kota berfungsi sebagai penyerap emisi karbon yang dikeluarkan oleh kendaraan dan industri. Emisi yang dikeluarkan oleh kendaran bermotor dan kegiatan industri tersebut merupakan salah satu alasan mengapa pemanasan global terjadi hingga salah satu dampak yang ditimbulkan dari meningkatnya aktivitas gas-gas rumah kaca tersebut mengakibatkan suhu rata-rata bumi terus meningkat.

Hutan kota dan jalur hijau merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di atmosfir, dengan harapan pemanasan global bisa dicegah dari tengah perkotaan.

Kota Bogor tahun 2015 sudah tidak sama lagi dengan Kota Bogor tahun 2000. Saat ini Bogor hanya memiliki RTH seluas 2.207 ha (10 peren) dari luas kotanya[3]. Predikat kota hujan yang dingin sudah hampir ditanggalkannya. Suhu kota ini sudah semakin panas, kendaraan bermotor sudah memenuhi jalanan perkotaan hingga pelosok desa, kemacetan lalu lintas hampir tidak dapat dikendalikan setiap jam pergi dan pulang kerja, terlebih lagi pada saat hari libur tiba, masyarakat dari luar kota akan ramai berkunjung ke kota ini sehingga kemacetan makin tak terhindarkan.

Begitu pula dengan Kota Samarinda yang merupakan  ibu Kota Kalimantan Timur, Kota kecil yang berada di tengah hamparan hutan hujan tropis Asia tersebut, kini suhu kotanya dapat mencapai 34 dejarat celcius. RTH yang hanya mencapai 1,05 persen dari luas kota[4] dan aktivitas pertambangan batu bara yang mengkapling 71 persen dari luas kota[5] menjadi penyebab utama mengapa kota ini begitu panas dan banjir selalu mengunjunginya. RTH mulai dibangun di Kota Samarinda, salah satu caranya ialah membuat taman kota. Cara paling ekstrim yang dilakukannya adalah memindahkan dua sekolah yang terdapat ditengah kota, dan kemudian membuat taman di lokasi bekas sekolah tersebut.  

Sementara kota lainnya yang juga sekarang sedang bersemangat untuk menjadikan kotanya hijau adalah Surabaya. Saat ini Kota Surabaya sudah memiliki RTH seluas 26 persen dan menargetkan luas RTH kotanya bisa di atas 30  persen. Penambahan RTH tersebut bertujuan agar Surabaya bisa lebih sejuk, minim polusi, bebas banjir karena banyaknya resapan. Pemerintah Kota menargetkan luas RTH di Surabaya dapat mencapai 35. Dengan luas RTH sebesar itu dapat menurunkan suhu udara rata-rata di Surabaya dari 34 derajat celcius menjadi 32-30 derajat celcius[6]. Lalu kota Bandung di Jawa Barat, kota ini sejak awal tahun 2013 lalu ramai diberitakan bahwa pemerintah kotanya sedang serius merevitalisasi taman-taman agar dapat lebih nyaman bagi warga kotanya. Namun luas RTH Kota Bnadung yang telah disediakan oleh kota tersebut baru mencapai 11 persen[7].

Jenis-Jenis Pohon di Ruang Terbuka Hijau 
Tahukah kita asal dan jenis pohon apa saja yang telah ditanam oleh pemerintah di kota-kota, serta pohon-pohon apa saja yang berfungsi sebagai penyerap karbon dan pencegah banjir seperti tujuan mengapa Ruang Terbuka Hijau yang harus mencapai 30 persen pada setiap kota.     

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan[8] terdapat 101 pilihan vegetasi untuk ditanam. Pedoman tersebut juga merekomendasikan kelompok tanaman yang ditanam seperti pohon, perdu dan semak. Terdapat berbagai macam kategori, mulai dari pohon beraroma, pohon berdaun indah dan pohon berbunga indah serta perdu dan semak memiliki kategori yang sama seperti pohon tersebut.
Jika kita lihat isi dari lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tersebut 96 persen  jenis vegetasi tanaman yang direkomendasikan bukan merupakan tumbuhan asli yang berasal dari Indonesia. Sebagian besar tumbuhan tersebut berasal dari wilayah Amerika, Autralia, India, Cina, Brasil, Thailand dan Afrika serta Indo-China. Dari daftar vegetasi tersebut  37 jenis diataranya terdapat di Kota Bogor dan Kota Samarinda yang kebanyakan terdapat di Hutan Kota[9].  

Angsana (Pterocarpus indicus), Mahoni Daun Besar (Swietenia macrophylla), Mahoni Daun Kecil (Swietenia mahagony), Glodokan (Polyalthia longifolia), Palem Raja (Oreodoxa regia), Trembesi (Samanea saman), Bungur (Lagerstromia elongata) dan Bintaro (Cerbera mangas)  merupakan jenis pohon yang akan selalu kita temui pada jalur hijau setiap kota. Tumbuhan tersebut memiliki sistem perakaran yang cukup kuat dan tajuknya berfungsi sebagai peneduh, penyerap polusi serta pemecah angin.

Ada tiga perspektif yang dipakai oleh pemerintah dalam memilih jenis vegetasi tanaman peneduh yaitu dilihat dari bentuk tajuk, percabangan batang dan percabangan akar. Jika memenuhi kriteria maka tanaman tersebut akan ditanam di arealRTH. Namun sayangnya hingga saat ini, Indonesia masih memakai tumbuhan dari luar Indonesia, padahal jika memakai tiga perspektif tersebut ada banyak jenis tumbuhan dari wilayah Hutan Hujan Tropis ini bisa ditanam di RTH, tanpa harus menggunakan tumbuhan dari luar Indonesia.

Menanam Pohon Peneduh Lokal
Indonesia merupakan Negara dengan Hutan Hujan Tropis yang kaya akan kekaragaman hayati, khususnya tumbuhan. Seperempat dari jumlah total jenis tumbuhan di dunia terdapat di Indonesia. Namun hingga saat ini pemerintah Indonesia nampaknya belum mengetahui hal tersebut, karena jika kita lihat pada salah satu kebijakan yang mengacu pada pemanfaatan tumbuhan untuk mengihujaukan kota di Indonesia pemerintah merekomendasikan sejumlah jenis tumbuhan yang rata-rata berasal dari luar Indonesia, bukan tanaman asli Indonesia.

Banyak pahon-pohon dari hutan Indonesia yang bisa digunakan sebagai peneduh di RTH. Pohon kweni (Mangifera odorata Griffith) dan pohon binjai (mangifera kemanga Blume) juga merupakan kelompok pohon buah mangga yang endemik dari Borneo dan Sumatra[10], memiliki karakter yang hampir sama dengan Pohon mangga (Mangifera indica) untuk kebutuhan peyerapan emisi dan penghasil buah di RTH. Tajuknya yang cukup besar untuk memecah angin dan meyerap emisi karbon, serta memiliki sistem perakaran dan cabang yang dapat menjadi saja salah satu alternatif tumbuhan lokal yang pakai untuk menggantikan mangga (Mangifera indica) untuk dikembangkan dan ditanam di RTH.

Pohon-pohon yang ditanam di RTH fungsinya bukan hanya sekedar meneduhkan atau menyerap emisi karbon semata, namun juga akan memberikan manfaat lain dalam kehidupan sehari-hari, baik dari segi sosial, budaya dan menjadi sumber pangan masyarakat.  Ekologi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang tumbuh dan berkembangnya pohon-pohon di RTH, demi mencapai manfaat yang diharapkan. Jika keadaan ekologinya sesuai dengan yang dibutuhkan, maka manfaat lain akan muncul dengan sendirinya, seperti hubungan sosiologi manusia dengan alam. Hubungan inilah yang diharapkan adanya RTH di perkotaan, rasa menghargai alam.  

Budaya Menanam Pohon dan Masa Depan Hutan Kota
Sepuluh tahun terakhir pemerintah Indonesia mulai serius mengkampanyekan budaya menanam pohon hingga keseluruh pelosok negeri. Karena lingkungan di Indonesia saat ini dalam keadaan yang memprihatinkan dengan maraknya bencana alam yang melanda, salah satunya adalah banjir.

Sejak 7 tahun terakhir banjir telah menjadi masalah nasional yang tak kunjung usai, pengembangan dan pengelolaan hutan kota merupakan salah satu  tradisi awal menanam pohon yang merupakan bagian dari penataan ruang di perkotaan untuk mewujudkan kota yang ramah lingkungan dan untuk mencegah banjir. 

Hutan kota juga merupakan refleksi dari berbagai gagasan tentang kehidupan yang aman dan sejahtera. Ada beberapa faktor penting pendukung perluasan hutan kota sebagai salah satu bagian RTH di Indonesia, yaitu pengembangan dan pengelolaan hutan kota tersebut  oleh lembaga yang menangani dan mengelola hutan kota. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan pembangunan, pemeliharaan, pemanfaatan dan pengendalian pengembangannya. Serta pihak-pihak  yang terlibat dalam pengembangan terutama dari kementerian pemerintah, pemerintah kota, lembaga swadaya masyarakat, institusi akademis, pihak swasta, kelompok-kelompok masyarakat dan masyarakat kota[11].

Selain faktor pendukung terdapat pula faktor penghambat dalam pembangunan hutan kota, lahan yang terbatas di kota-kota seringkali digunakan untuk berbagai kepentingan yang lebih bersifat komersial dan alih fungsi lahan yang sering juga terjadi, misalnya saja kota Samarinda menyusutnya luasan hutan kota karena di alih fungsikan sebagai areal pembangunan pusat perbelanjaan serta beberapa wilayahnya telah di jadikan kawasan pertambangan.

Pembangunan kota yang kurang terencana dengan baik telah banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup yang pada akhirnya dapat menyebabkan turunnya kualitas lingkungan hidup kota. Hutan Kota merupakan salah satu alternatif yang baik dalam mengatasi masalah lingkungan hidup di kota. Melalui fungsi dan peranannya yang sangat beragam, Hutan Kota dapat membantu mengatasi pencemaran udara, meredam kebisingan, menjaga tata air, dan melestarikan plasma nutfah, di samping dapat juga menghasilkan udara segar serta sebagai sarana pendidikan dan rekreasi bagi masyarakat kota.

Mulai dari hutan kota, pemerintah dan masyarakat dapat belajar bagiamana mengenal, hingga cara mengembangkan tumbuhan endemik atau asli dari Indonesia, untuk dimanfaatkan secara maksimal tanpa harus memakai tumbuhan dari luar Indonesia, untuk menghijaukan dan meneduhkan kotanya seperti saat ini. Serta peraturan menteri mengenai jenis vegetasi yang ditanam di RTH mestinya harus juga mengkaji dan merekomendasikan tumbuhan endemik Indonesia untuk ditanam di Kota-kota Indonesia.    

Table. Daftar Hasil Identifikasi Jenis Pohon Yang Dominan Terdapat Di Hutan Kota Dan Jalur Hijau Kota Bogor Dan Samarinda.
No
Nama Lokal
Nama Ilmiah
Asal Tanaman[12]
1
Akasia daun besar
Acacia mangium
Australia
2
Akasia kuning
Acacia auriculaeformis
Australia
3
Angsana
Pterocarpus indicus
Malesia
4
Asam
Tamarindus indica
India
5
Beringin
Ficus benjamina
Malesia
6
Bintaro
Cerbera mangas
China
7
Bogenvil
Bougenvillea glabra
Brasil
8
Bunga saputangan
Maniltoa grandiflora
Irian Jaya (Indonesia)
9
Bungur jepang 
Lagerstromea elongata
Jepang
10
Bungur
Lagerstromea indica
Malesia
11
Cempaka
Michelia champaka
India
12
Camara laut
Casuarina equisetifolia
Thailand
13
Damar
Agathis damara
Philipine
14
Flamboyan
Delonix regia
Madagascar
15
Glodokan
Polyathia longifolia
Srilangka
16
Jati
Tectona grandis
Peninsula India
17
Kaliandra
Calliandra haematocephala
Amarika utara
18
Kembang merak
Caesalphinia pulcherrima 
Amerika tengah 
19
Kamboja merah
Plumeria rubra
Amarika utara
20
Kersen
Muntingia calabura
Mexico
21
Ketapang
Terminalia cattapa
India
22
Kupu-kupu
Bauhinia purpurea
Asia Tenggara
23
Mahony daun lebar
Swietenia macrophylla
India
24
Mahony daun kecil
Swietenia mahagony
India
25
Mangga
Mangifera indica
India
26
Palem raja
Oreodoxa regia
Florida (USA)
27
Pinus
Pinus merkusii
Myanmar
28
Soka
Ixora stricata
India
29
Tanjung
Mimusops elengi
India
30
Trembesi
Samanea saman
America selatan
31
Lamtoro
Leucaena leucocepala
Guatemala
32
Pulai
Alstonia scholaris
Polynesia
33
Randu
Ceiba petandra
AmeriKa
34
Alamanda
Allamanda cathartica
Brazil
35
Melati
Jasminum sambac
Malesia
36
Puring
Codiaeum variegatum bi.
Maluku (Indonesia)
37
Dadap
Erythrina crystagalii
Amerika


Bogor, 17 Maret 2015
Sarah Agustiorini,
Mahasiswa Pasca Sarjana Biologi IPB
Edited By: @timpakul (adefadli)
Pernah di muat oleh Kaltim Post kolom opini (18-19 maret 2015)



[1] Undang-undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan. Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Website: http://bapenas.go.id  
[2] Peraturan Pemerintah No.63 tahun 2002 tentang Hutan Kota.
[4] Draft Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Batubara Kota Samarinda
[8] Menteri Pekerjaan Umum RI, 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 05/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. Jakarta.
[9] Hasil identifikasi penulis, Sarah Agustiorini
[10] Verheij EWM and Coronel RE, 1992. Prosea No. 2 Edible Fruits and  Nuts.Bogor. Indonessia.
[11] Samsoedin I dan Subiandono E. 2007. Pembangunan dan Pengelolaan Hutan Kota. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian.

[12] Lemmens RHMJ, Soerianegara I, and Wong WC. 1995. Prosea No.5 (2) Timber Trees: Minor Commercial Timbers. Bogor. Indonesia
Lemmens RHMJ, and Bunyaprahatsara N. 2003. Prosea No. 12 (3) Medicinal and Poisonus Plants 3. Backhuys Publishers, Leiden.
Oyen LPA, and Xuang Dung N. 1999. Prosea No. 19 Essential Oil Plants. Bogor. Indonesia.
Padua de LS,  Bunyaprahatsara N, and Lemmens RHMJ. 1999. Prosea No. 12 (1) Medicinal and Poisonus Plants 1. Backhuys Publishers, Leiden.
Samsoedin dan Waryono. 2010. Hutan kota dan keanekaragaman jenis pohon di Jabodetabek. Yayasan KEHATI Indonesia Biodiversity Foundation.
Sastrapradja S, et al. 1977. Tanaman Hias. Lembaga Biologi Nasional. Bogor. 
Siemonsma JS, and Piluek K. 1994. Prosea No. 8 Vegetable. Bogor. Indonesia.
Sosep MSM, Hong LT, and Prawirohatmodjo S. 1998. Prosea No. 5 (3) Timber Trees: Lesser-Known Timbers. Jakarta. Indonesia.

  

Komentar