Rumah Ke-2: Dramaga Terlihat Suram dan Kami Mulai Gerah Dengan Kampus

Kuliah lapangan Plant Resouches di Kebun Raya Bogor
Hampir setiap hari hujan mengguyur kota ini, jalanan becek berlumpur hitam hasil paduan dari debu-debu dan air yang jatuh dari langit. Di tempat sampah depan kos kadang nampak beberapa ekor cacing merah panjang mengeliat di sisa-sisa makanan anak kos Malea. Atau beberapa ekor kecoa coklat kehitaman sibuk mengerumuni sisa nasi, tapi tetap saja nenek dan ibu loandry duduk tenang sambil bergosip di bangku depan rumah mereka yang berada tepat di depan tong sampah kami.

Deretan rumah yang padat tanpa spasi satu dengan yang lainnya, atapnya yang saling bertumbuk dan dindingnya yang saling menempel, hingga tak ada tanah hitam subur yang nampak di kompleks ini, tapi untuk Kuburan pasti selalu ada tempat. Kami tinggal berdampingan dengan kuburan, karena tidak ada wadah atau lokasi khusus untuk pemakaman.  Kata si Ibu Loandry “orang Sunda sudah terbiasa dengan hal tersebut, jika nanti ingin pergi nyekar diawal puasa atau lebaran tiba tidak perlu pergi jauh dari rumah, cukup pergi ke samping atau depan rumah saja”.

Kami tinggal di Babakan Raya gang IV, kelurahan Babakan Kecamatan Dramaga. Kecamatan ini merupakan suatu wilayah di pinggiran kota Bogor, namun di sulap oleh IPB (institute Pertanian Bogor) menjadi Kota. Kotanya para mahasiswa, dan salah satu penghuninya adalah aku. Satu semester telah kami lewati sebagai mahasiswa Pasca Sarjana, aku dan tiga orang teman dekatku, yang sekarang hanya sisa bertiga sudah menerima hasil satu semester yang kami lalui kemaren.

Sekarang kami bertiga, (Sarah Agustio, Etha Marista dan M. Fajri Ramadhan)  dan Si Aswar Rustam sudah tidak lagi dekat dengan kami. Entah mengapa kami pun heran. Kami berempat mengalami masalah yang sama di akdemik. Mungkin karena pola belajar kami yang salah atau kami kurang faham dan waktu yang kami luangkan untuk belajar mungkin masih kurang hingga kami mendapat masalah akademik, entahlah.

Yang aku tahu hampir setiap hari kami belajar dan waktunya tidak kurang dari 8 jam. Mulai dari belajar sendiri di kos hingga belajar kelompok dengan kawan-kawan sekelas.
Tugas juga telah kami kerjakan dan kami hampir tak pernah absen untuk datang kuliah, hanya saja kami sering datang terlambat karena tersesat mencari ruangan kelas, karena memang struktur pola bangunan IPB yang sungguh membingungkan, bentuknya yang segitiga dengan Wings dan lantai yang kurang jelas. Kadang tiba-tiba saja kami berada di basement, padahal yang tertulis pada petunjuknya adalah lantai satu.

Etha memutuskan untuk pindak ke kelas taxonomy dengan pak Mien, lengkaplah sudah kami bertiga dalam satu kelas. Aswar tetap di kelas Ekologi, hingga membuat kami benar-benar semakin jauh dengannya. Hanya jika ada kelas Metil dan Kolokium kami bersama, itupun tidak sedekat dulu lagi.

Minggu pertama di Bogor setelah pulang kampung, aku sempat down dua malam tiga  hari begitu pula dengan Etha. Namun aku rasa dia lebih tegar dibanding dengan diriku, tapi tetaplah fajri yang paling kuat diantara kami bertiga. Untuk pertama kalinya aku mendapatkan nilai jelek selama aku kuliah, ya hanya di IPB dan itu pada semester satu.

Cukuplah dengan uring-uringan hampir seminggu di rumah Samarinda dan tidak mood sama sekali saat di kampung , terlebih pada semua orang termasuk pacar, karena perasaan yang tidak nyaman dan tidak tenang akan hasil ujian.  Dan ternyata penyebabnya diketahui saat kembali ke Bogor. rupanya nilai ku jatuh, begitu pula dengan tiga orang temanku. 

Tidur seharian, menangis semalaman dan bad mood dengan setiap orang, sepanjang hari hanya di kamar kos, hampir satu minggu tidak bisa move on. Bagaiamna tidak, ada teman satu kelompok belajar mendapatkan nilai sempurna, dan nilai kami jatuh. Hiks rasanya itu, seperti dunia mau runtuh dan meteor jatuh tepat dikepala kita. Itulah yang aku rasakan.

Belum lagi, abangku yang terus meminta proposal penelitian di saat mood ku yang sedang tidak bagus. Makinlah rasanya dinding kamar kos yang tiba-tiba menyempit dan menghimpit badanku yang semakin tidak terurus karena bad mood. Kurang makan, karena malas untuk keluar kos.  

Sekarang Etha pulang kampung karena tetiba datoknya sakit hingga minggu 15 February kemarin meninggal dunia dan dia terpaksa harus pulang, padahal dia sudah membeli tiket untuk hari selasa, aku belum tau cerita lain untuk itu. Etha mengalami dua hal pahit selama satu minggu ini. Belum lagi oleh pak Miftah dia tidak di ijinkan mengambil mata kuliah Kolokium, aku rasa tiga hal yang menyakitkan. Semoga dia tetap tabah.

Kami sudah mulai aktif kuliah, semester ini kami kuliah di tiga tempat, di Kampus Dramaga, Herbarium Etnobotani jalan Juanda dan Herbarium Bogoriense BIOLOGI LIPI Cibinong. April akan ada UTS dan Juni kami akan ujian lagi. Nilai kami harus bagus minimal 3 A dan 1 AB jika kami ingin bertahan di kelas BOT. Saat itulah kami mulai merasa bahwa Dramaga sudah mulai suram dan kami gerah dengan kampus yang memiliki rating terbaik ketiga di Indonesia ini. Mereka tidak menyeleksi diawal saat kami mendaftar masuk menjadi mahasiswa, tetapi menyeleksi di dalam ketika kami kuliah.

Kumpul Bersama, 23 Januari 2015

Komentar