Lung Anai desa istimewa, sebab dari 227 desa dan kelurahan
di Kabupaten Kutai Kertanegara, hanya ada tiga desa yang mendapat julukan
sebagai desa Budaya. Sore yang terik menuju Lung Anai akan melewati
jalan kerikil yang dipagari barisan pohon Jati yang tersusun rapi,
ditepi-tepi ladang. Sebelum disambut bangunan gapura bertuliskan “Selamat
Datang di Desa Budaya Lung Anai Dayak Kenyah”. Dan senyum manis merekah yang
dilempar beberapa orang warga yang kami temui sepanjang jalan desa.
Desa Lung Anai jaraknya sekitar 38 kilo meter dari
kecamatan Tenggarong, ibu kota Kabupaten. Dulunya, kampung ini berstatus
dusun, pada Oktober 2005 dirubah menjadi desa. Kini penduduknya 478 orang “Kami
namakan Lung Anai, supaya kami selalu mengingat kampung kami di Apo Kyan.
Karena kampung kami dulunya ada di hulu, sama seperti sekarang di hulu sungai
Jembayan", tutur pak Gun, sekretaris desa.
Lung, dalam bahasa kenyah artinya kehulu, Anai artinya
Rayap. Sejak dulu, dusun ini ingin mandiri lepas dari desa sungai Payang, salah
satu alasannya adalah mereka sering dipersulit perangkat desa Sungai Payang
saat mengurus administrasi desa. Tapi baru pada
Agustus 2007, dusun Lung Anai menjadi desa defenitif dengan gelar Desa
Budaya. Status ini salah satu kesempatan orang Kenyah memastikan
kepemilikan tanah secara sah.
Sejak 1965, orang dayak kenyah telah melakukan perjalanan
dari Apo Kayan, Kabupaten Malinau, yang berbatasan dengan Malaysia, hingga
akhirnya sampai Lung Anai, Kecamatan Loa Kulu sekitar 1985-1986. ”Waktu
berangkat dari Apo Kayan, saya masih gadis, Kami memilih pindah meski
sedih juga rasanya meninggalkan kampung Apo Kayan itu. Kami ada 500-an orang
dalam satu rombongan meninggalkan desa”. Kenang mamak.
Kebiasaan berladang bagi orang Kenyah membutuhkan tanah.
Hubungan orang Kenyah tak pernah lepas dari tanah dan Berladang. Semua
kebutuhan pangan seperti beras, sayur-sayuran, ikan dan buah-buahan didapatkan
dari ladang bahkan membuat rumah bahannya dari ladang.
Menurut pengakuan orang-orang Kenyah, awalnya tanah ini
digarap orang-orang Paser dan orang Tunjung. Lahan hanya bisa
ditanami tanaman jangka pendek seperti jagung dan padi ladang. Yang umumnya
dilakukan secara bersama-sama, baik laki-laki dan perempuan beragam usia.
Kata Mamak ”kami pergi berladang berangkat senin dan pulangnya hari sabtu”.
Contohnya saja keluarga bu Dina, 28 tahun dan mempunyai dua anak.
Desa Budaya memiliki arti hunian penduduk lokal disuatu kampung
atau tempat dimana penduduknya mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang
sebagai cerminan budaya mereka. Atau bisa diartikanpula kebudayaan
sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan
sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran dari suatu
kelompok manusiadidasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi
sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok
Lantas tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan
serta tindakan dan kerja mereka.
Desa ini lahir karena tuntutan
masyarakat adat Dayak Kenyah,”Kami ingin melestarikan adat budaya Dayak
Kenyah yang kami miliki dan pula disini tidak ada suku lain selain suku Dayak
Kenyah disini” tutur mamak Pirin yang sedang asyik menampi beras didepan
pintu dapur.
Tapung atau Topi yang menghiasi kepalanya nampak miring tak bisa menutupi rambautnya. Ia berusia 65 tahun, tapi meski kulitnya kelihatan keriput, rambutnya belum juga memutuh. Mamak perempuan yang paling lancar menggunakan bahasa Indonesia dibanding perempuan seusianya, ia juga seorang penasehat forum Perkawan didesa.
Tapung atau Topi yang menghiasi kepalanya nampak miring tak bisa menutupi rambautnya. Ia berusia 65 tahun, tapi meski kulitnya kelihatan keriput, rambutnya belum juga memutuh. Mamak perempuan yang paling lancar menggunakan bahasa Indonesia dibanding perempuan seusianya, ia juga seorang penasehat forum Perkawan didesa.
Hunian orang Kenyah di Lung Anai ini diapit dua
kampung. Di hilir ada Kuntap, yang dihuni mayoritas suku Tunjung Benuaq, dan di
hulunya ada kampung Sentuk yang didiami mayoritas suku Kutai dan Banjar.
”Kami senang dan bangga sekali pada desa ini, akhirnya desa
kecil kami ini dijadikan desa budaya Dayak Kenyah oleh pemerintah Kutai
Kartanegara” kata Yurni perempuan berusia 35 tahun berkulit putih, berbadan pendek
dengan rambut sebahu, matanya coklat - khas perempuan Kenyak Lung anai.
Perempuan di desa ini memilki peran sangat penting sebagai
penjaga pangan, adat istiadat, dan kebudayaan Kenyah. Separuh lebih penduduk
Lung Anai adalah perempuan yang sebagain besar bertani, Perempuan Kenyah rajin
bertanam di ladang dengan berbagai sayuran, padi, serta buah-buahan, lombok,
tomat, danpalawija. Hampir 90% kebutuhan pangan masyarakat hasil dari ladang,
termasuk ikan mereka ambil dari sungai Jembyan.
Perempuan Kenyah mengerjakan semua tahapan pekerjaan
pertanian dalam satu musim tanam. Mulai menebas, menebang, mencincang
rumput dan kayu sisa-sisa, mengeringkan lahan, membakar rumput, menugal,
membersihkan rumput, hingga memanen."Tapi perempuan biasanya menebang hanya
sedikit terlibatnya, itu dilakuka laki-laki", kata mamak.
Laki-lakipun melakukan semua pekerjaan bertani, kecuali
memasukan benih padi kedalam lubang tugalan. "sebab membutuhkan
keuletan, kerapian dan ketelatenan dalam memasukan benih", tambahnya.
Daur hidup warga Lung Anai sebagian besar dihabsikan di
ladang. Mereka mulai bekerja pukul 6 pagi hingga 6 sore. Bahkan ada yang
berangkat hari senin dan pulang hari sabtu.Mereka tidak pulang kerumah
untuk beristrahat siang, tapi sebelum berangkat mereka menyiapkan bekal
terlebih dahulu disubuh hari. “saya lebih suka diladang daripada dikampung,
diladang pikiran saya tenag, hati saya damai tak ada yang menggangu dan tak
rebutan juga” ucap Yurni.
Ibu Dina yang kerap dipanggil Bun juga menceritakan hal yang
sama tentang perempuan Kenyah. Sehari-hari, ia mengurusi ladang, suami dan
ketiga orang anaknya. Luas lahanya 2 hektar. Tapi, ia punya kesibukan lain di
Balai Adat Desa, mulai menari, merangkai manik, dan menyela’ atau
menganyam rotan)Hampir sebagian besar perempuan Kenyah memgikuti kegiatan ini.
Menari dan merangkai manik adalahkhas suku Dayak Kenyah.
“Jarang sekali ada laki-laki yang bisa merangkai manik menjadi bahan seni, baik
itu kalung, gelang, hingga baju adat. Perempuanlah yang mengerjakannya.Jika
tidak ada perempuan didesa ini maka tidak ada baju adat dengan motif kenyah
Asli” tambah Bun’.
Tak hanya itu, perempuan juga punya peran besar dalam ritual
adat.Dalam upacara Uman Ubaq’atau upacara syukuran panen pembuka, perempuan
menyiapakan segala bahan, untuk upacara.Semua bahan ini, mulai beras ketan,
gula aren, kelapa, daun pisang dan daun coklat untuk pembungkus Ubaq’, hingga
kayu bakar mereka dapat dari ladang. Proses pembuatan Ubaq’, dari menumbuk
padi, mengeroreng tanpa minyak, membersihkan sisa kulit-kulit padi, hingga
menjadi Ubaq’ atau ketan muda yang siap makan, dilakukan oleh perempuan.
Bagi mereka para perempuan Kenyah, tak ada tanah dan ladang
maka tak ada orang Kenyah yang bisa hidup ditempat itu. Ladang adalah
segalanya, mendapatkan uang tunai pun mereka mengambil hasil dari ladang dan
kebun yang mereka miliki, seperti sayur-sayuran pakis, talas, daun katu,daun
papaya, daun singkong, pisang, papaya, coklat,kopi)dan beras mereka jual
ketengkulak yang datang kedesa.
Tapi cerita indah dan menyenangkan di atas mungkin tak akan
lama. Dua tahun lalu, tambang batu bara PT.Multi Harapan Utama dan PT. Global
mulai masukdaerah ini. Mereka melakukan eksplorasi di tanah ladang
masyarakat.Hingga 20011, sudah ada sepuluh titik eksplorasi yang tersebar.Dua
titik terakhir dibuat November 2010, jaraknyahanya 50 meter di Madangatau
gunung Payang, sumber air utama desa. Sekitar 20 Kilometer dari Desa ada pula
PT.Mega Prima Persada yang sedang beroprasi.
“Sekitar 10 kilometer dari desa Lung Anai ini, ladang
masyarakat Kuntap telah digarap oleh perusahaan tambang batu bara PT Mega
Prima Persada” tutur pak Gu.
Lung Anai harus segera bangun dan bersiap. Jika tidak, ia
akan mengalami nasib yang sama dengan desa lainnya di Kutai kertanegara
yang dihajar tambang. Mereka akan babak belur, dan perempuan, sebagai
penjaga pangan dan budaya akan menjadi kelompok yang paling dirugikan.
Jika kalian berminat untuk melihat desa ini,
Kami menyediakan Open Trip untuk Mengunjungi Tempat ini.
hubungi kami di :
email : sarahagustio@gmail.com
Line/Wa: 081255567264
Ig : @sarahceae
Komentar
Posting Komentar